Oknum Kepala Desa Kec. Jetis Memisahkan Anak dari Istri, Ditambah Lagi Gugatan Perceraian

Oknum Kepala Desa Kec. Jetis Memisahkan Anak dari Istri, Ditambah Lagi Gugatan Perceraian ( Poto: Ilustrasi Sosok Kepala Desa)


MOJOKERTO | Newjurnalis.com - Oknum Kepala Desa di sebuah desa di Sawo Kec Jetis. diduga melakukan tindakan memisahkan anak dari istrinya dengan sengaja, Ditambah gugatan perceraian. Tindakan ini menimbulkan kontroversi di kalangan masyarakat setempat.

Oknum Kepala Desa, yang berinisial Y, dan istrinya, W, menjadi pusat perhatian dalam kasus ini. Masyarakat desa juga sudah jatuh tertimpa tangga dalam perdebatan mengenai tindakan kepala desa tersebut.

Peristiwa ini terjadi di Desa sawo RT 02/RW01 Kelurahan sawo Kecamatan Jetis, yang merupakan daerah dengan populasi yang cukup prihatin dan memiliki berbagai dinamika sosial.

Seorang ibu mengatakan "hanya ingin bertemu dengan kedua anaknya yang masih kecil agar bisa merasa tenang dan damai, tanpa ada keinginan untuk meraih hal apapun", namun sayangnya, suaminya melarangnya untuk bertemu dengan anak-anak tersebut, sehingga ia merasa tertekan dan kehilangan. Tambahan

Kasus ini mulai terungkap postingan sebelum TikTok Nama akun W pada bulan April 2025, ketika Insial Y mengajukan gugatan cerai setelah merasa tertekan akibat tindakan suaminya.

Kepala Desa Y diduga memisahkan anak mereka dengan alasan yang tidak jelas dan diduga menuduh perselingkuhan yang berinisial Y kepada Istrinya (W), yang menyebabkan W merasa terasing dan tidak dihargai sebagai seorang ibu. Tindakan ini dianggap melanggar Pasal 1 ayat (1) Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1974 tentang Perkawinan, yang menekankan pentingnya perlindungan terhadap anak.

"Masyarakat kini lebih kritis terhadap tindakan pemimpin mereka dan mulai mempertanyakan integritas serta tanggung jawab sosial yang seharusnya dimiliki oleh seorang kepala desa". Sudah jatuh tertimpa tangga.

Perilaku kepala oknum desa ini menunjukkan tindakan kekerasan dalam rumah tangga (KDRT) terhadap istri, yang melanggar Pasal 44 Undang-Undang Nomor 23 Tahun 2004 tentang Penghapusan Kekerasan dalam Rumah Tangga, yang menyatakan bahwa setiap orang dilarang melakukan kekerasan fisik, psikis, dan seksual dalam rumah tangga.

Perilaku kepala oknum desa ini tidak hanya berdampak pada keluarga mereka, tetapi juga menciptakan ketidakpercayaan di kalangan masyarakat. Banyak warga desa yang merasa bahwa tindakan berinisial Y tidak mencerminkan nilai-nilai kepemimpinan yang baik. Akibatnya, masyarakat kehilangan empati terhadap kepala desa, dan hal ini dapat mempengaruhi stabilitas sosial di desa tersebut.