Menelisik Inefisiensi Tata Kelola Infrastruktur Publik.

Banyuwnagi~New Jurnalis.com~Gedung Terminal Wisata Terpadu Banyuwangi yang dibangun dengan anggaran pendapatan daerah mencapai ratusan miliar rupiah,kini mengalami pergeseran fungsi yang signifikan menjadi sekedar lahan parkir dan pedagang bunga hias Fenomena ini mencerminkan permasalahan klasik dalam tata kelola infrastruktur publik,dalam mana perencanaan awal yang ambisius tidak selalu sejalan dengan implementasi dan pemanfaatan jangka panjang.Alih fungsi semacam ini menimbulkan pertanyaan mendasar mengenai efektivitas kebijakan pembangunan daerah serta akuntabilitas pengelolaan aset publik yang didanai oleh uang rakyat.Sabtu 29/03/2025

Secara konseptual,pembangunan infrastruktur seharusnya didasarkan pada analisis kebutuhan yang matang dan infrastruktur yang jelas.Jika terminal wisata terpadu tersebut pada awalnya dirancang sebagai pusat mobilitas dan penunjang pariwisata,maka kegagalannya dalam menjalankan fungsi tersebut dapat menunjukkan kelemahan dalam kajian kelayakan proyek.Faktor-faktor seperti minimnya koordinasi antarinstansi,kurangnya daya tarik pariwisata,atau bahkan ketidak sesuaian dengan dinamika sosial-ekonomi masyarakat setempat dapat menjadi penyebab utama berubahnya fungsi tersebut.

Dari perspektif kebijakan publik, perubahan fungsi infrastruktur ini juga mencerminkan potensi inefisiensi dalam alokasi anggaran daerah.Investasi yang tidak dioptimalkan sesuai dengan fungsinya akan berdampak pada rendahnya tingkat pengembalian manfaat bagi masyarakat.Hal ini menjadi indikator penting untuk kelancaran mekanisme perencanaan dan pengawasan proyek pembangunan,agar setiap rupiah yang dialokasikan benar-benar menghasilkan dampak yang maksimal sesuai dengan tujuan semula.

Lebih jauh lagi,fungsi ini juga menyoroti tantangan dalam tata kelola pemerintahan daerah yang harus mampu menyeimbangkan visi pembangunan dengan kenyataan di lapangan. Ketika sebuah proyek besar akhirnya beralih fungsi menjadi sekadar lahan parkir dan pedagang bunga hias hal ini bisa mencerminkan ketidaksiapan pemerintah dalam mengantisipasi perubahan kebutuhan dan dinamika lingkungan sosial.Oleh karena itu perlu adanya revisi terhadap paradigma pembangunan terminal wisata terpadu,dengan mengutamakan prinsip partisipatif,berbasis bukti,serta mengedepankan transparansi dalam setiap tahapannya.

Sebagai respons terhadap situasi ini, pemerintah daerah perlu melakukan evaluasi menyeluruh terhadap penyebab utama alih fungsi serta mencari solusi inovatif agar aset tersebut dapat kembali memberikan manfaat optimal bagi masyarakat.Jika terminal wisata terpadu tidak dapat beroperasi sesuai dengan fungsinya,maka harus ada kajian alternatif yang mempertimbangkan fungsi baru yang lebih produktif dan relevan dengan kebutuhan masyarakat.Reformasi dalam tata kelola infrastruktur proyek akan menjadi kunci bagi efektivitas pembangunan daerah,agar investasi yang dilakukan tidak berakhir sebagai monumen kegagalan kebijakan.

HS (Pendidik & Pembelajar)