Di Duga Pembuangan Limbah Olahan Kelapa Cemari Lingkungan di Trowulan, Warga Desak Pemerintah Bertindak

Di Duga Pembuangan Limbah Olahan Kelapa Cemari Lingkungan di Trowulan, Warga Desak Pemerintah Bertindak (dokpri-Yohanes)


Mojokerto – Trowulan Dugaan pencemaran lingkungan kembali mencuat di Kabupaten Mojokerto. Kali ini, warga Dusun Karangwungu, Desa Wonorejo, Kecamatan Trowulan, mengeluhkan bau menyengat yang berasal dari pembuangan limbah cair industri pengolahan kelapa, yang diduga digunakan untuk produksi sejenis nata de coco.

Menurut keterangan warga, inisial P. untuk limbah cair yang dibuang langsung ke aliran sungai kecil di sekitar pemukiman telah banyak menyebabkan bau tidak sedap yang sangat mengganggu kenyamanan. Bau tersebut terutama terasa pada pagi dan sore hari.

"Baunya sangat tajam dan menyengat. Setiap pagi dan sore hari kami harus menutup pintu dan jendela karena udara menjadi tidak nyaman," ungkap seorang warga berinisial P, Senin (16/6/2025).

Warga menduga bahwa limbah tersebut berasal dari industri rumahan milik seorang pengusaha berinisial G, yang diduga tidak memiliki instalasi pengolahan air limbah (IPAL) sesuai standar. Sehingga pembuangan limbah langsung ke aliran sungai Selain mencemari air sungai, warga khawatir limbah tersebut berdampak buruk terhadap kesehatan masyarakat dan ekosistem sekitar.

“Kami minta pemerintah, ambil langkah khususnya Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto, segera turun tangan mengevaluasi usaha tersebut dan menindak tegas jika ditemukan pelanggaran,” lanjut P.

Tindakan pembuangan limbah cair tanpa izin dan tanpa proses pengolahan yang sesuai dapat dijerat dengan ketentuan dalam:

Undang-Undang No. 32 Tahun 2009 tentang Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup, khususnya:

Pasal 60: Setiap orang dilarang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin.

Pasal 104: Setiap orang yang melakukan dumping limbah dan/atau bahan ke media lingkungan hidup tanpa izin sebagaimana dimaksud dalam Pasal 60, dipidana dengan pidana penjara paling lama 3 (tiga) tahun dan denda paling banyak Rp3.000.000.000,00 (tiga miliar rupiah).

Hingga berita ini diterbitkan, belum ada keterangan resmi dari pihak berwenang, baik dari Dinas Lingkungan Hidup Kabupaten Mojokerto maupun pemerintah desa setempat. 

Warga berharap adanya respons cepat dan solusi konkret agar pencemaran lingkungan tidak terus berlanjut, serta tidak menimbulkan dampak yang lebih serius terhadap kesehatan masyarakat dan lingkungan.