Proyek Swakelola SMKN 1 Jetis Diduga Sarat Penyimpangan, Publik Dipaksa Gelap Informasi
![]() |
Proyek Swakelola SMKN 1 Jetis Diduga Sarat Penyimpangan,(dokpri-yohanes) |
Mojokerto – Dugaan praktik penyimpangan dalam proyek swakelola di SMKN 1 Jetis, Kabupaten Mojokerto, semakin mencuat.
Fakta di lapangan menunjukkan minimnya transparansi, lemahnya pengawasan, hingga dugaan intimidasi terhadap awak media dan LSM yang mencoba melakukan klarifikasi.
Investigasi tim media bersama LSM LPHM menemukan bahwa hingga proyek berjalan, pihak sekolah belum memasang papan informasi proyek sebagaimana diwajibkan dalam Undang-Undang Nomor 14 Tahun 2008 tentang Keterbukaan Informasi Publik (KIP). Padahal, papan proyek merupakan sarana resmi agar publik mengetahui sumber dana, besar anggaran, hingga pelaksana proyek.
"Salah satu pekerja di lokasi bahkan secara terbuka menyebut, “Untuk papan proyek belum dipasang, mas langsung ke bagian logistik Jumadi. Kalau soal pelaksana Eko, atau langsung ke kepala sekolah saja.” Pernyataan tersebut semakin memperkuat indikasi adanya pola kerja tertutup pada proyek yang berlokasi di 6 titik pembangunan.
Ketika awak media bersama LSM LPHM mencoba melakukan dokumentasi di lapangan, situasi justru memanas. Salah satu yang mengaku di bagian proyek logistik bernama Jumadi dan salah satu pekerja sempat berusaha menghalang-halangi wartawan yang hendak memotret kemajuan pembangunan. Bahkan, beberapa pekerja dengan nada tinggi membentak,“Jangan buka dan masuk foto-foto mas!”
Ironisnya lagi, hampir semua pekerja yang ditemui memberi jawaban seragam, agar pertanyaan soal proyek langsung ditujukan kepada Eko atau Jumadi. Jawaban itu semakin menegaskan bahwa pihak pelaksana maupun sekolah berusaha mengunci rapat akses informasi.
Dari hasil pengamatan lapangan, material berupa semen yang digunakan juga diduga tidak sesuai standar kualitas. Kondisi ini tentu menambah daftar panjang dugaan penyimpangan dalam proyek swakelola tersebut.
Humas Tidak Kooperatif, Upaya tim media untuk memperoleh klarifikasi resmi dari Kepala Sekolah SMKN 1 Jetis, Drs. Ladi, MM, tidak menghasilkan hasil. Sang kepala sekolah disebut tidak ada di tempatnya. Sementara itu, bagian humas sekolah yang diharapkan bisa memberikan keterangan resmi juga tidak bisa ditemui dengan alasan sedang ada kegiatan beberapa minggu ke depan.
Sebaliknya, salah seorang guru ditunjuk untuk menerima kedatangan media awak. Namun, alih-alih memberikan jawaban profesional, guru tersebut justru melontarkan kalimat sinis, “Apakah sampean bisa membuat berita ajak kerja sama?” Pernyataan itu menganggap peran jurnalis serta lembaga masyarakat yang memiliki hak melakukan kontrol sosial.
Lebih parah lagi, ketika diminta kontak resmi maupun identitas, guru tersebut menolak memberi. Sementara klarifikasi melalui nomor WhatsApp resmi humas sekolah (08219366xxxx) juga tidak mendapat tanggapan hingga berita ini diturunkan.
Selain persoalan transparansi, proyek ini juga disinyalir mengabaikan aspek Keselamatan dan Kesehatan Kerja (K3). Berdasarkan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 1970 tentang Keselamatan Kerja serta PP Nomor 50 Tahun 2012 tentang Penerapan SMK3, setiap penyelenggara proyek wajib menerapkan standar K3 untuk melindungi pekerja.
Namun fakta di lapangan menunjukkan tidak adanya penerapan K3. Mulai dari ketiadaan alat pelindung diri (APD), tidak ada rambu keselamatan, hingga minimnya pengawasan kerja. Kondisi ini jelas menyalahi aturan dan berpotensi membahayakan keselamatan pekerja.
Informasi temuan ini menimbulkan pertanyaan serius, apakah proyek swakelola di SMKN 1 Jetis memang sengaja dibuat tertutup agar tidak tercium publik? Transparansi yang hilang, lemahnya pengawasan, dugaan cakupan materi, intimidasi terhadap awak media, hingga pengabaian aspek K3 menjadi catatan hitam bagi institusi pendidikan negeri yang seharusnya memberi contoh teladan.
Masyarakat dapat mendesak pihak berwenang, mulai dari Dinas Pendidikan Jawa Timur hingga aparat penegak hukum, untuk segera turun tangan. Jangan sampai sekolah negeri dijadikan ladang proyek gelap dengan dalih swakelola, sementara masyarakat dipaksa informasi gelap dan pekerja dibiarkan tanpa perlindungan keselamatan kerja.